Thursday 11 February 2010

Keeping it on the track

Beberapa hari yang lalu aku baru saja membuka sebuah file lama yang kutulis kurang lebih dua tahun yang lalu. Tentang rangkaian hari-hari cinta yang kala itu menghiasi hidupku. Tentang kebahagian, keragu-raguan, ketakutan, yang berloncatan tak karuan di kepalaku.

Seketika aku malu pada diriku saat itu. Di kisah itu berkali-kali aku mengingatkan diriku untuk tetap berada sebuah jalur, untuk berpegang kuat-kuat pada sebuah keyakinan. Jalan dan keyakinan yang lurus. Yang tak tergoyahkan tak peduli dengan keindahan yang IA hadirkan di hari-hari saat itu. Begitu yakin dengan cara yang ku pilih, begitu percaya bahwa semuanya sempurna dan tak ada yang salah. Hingga di kala kisah itu harus berakhir, tak sedikitpun aku menyesal. Ya, becauseI kept myself so much on the track...HE just loves me badly...

Kali ini IA hadirkan lagi sebuah kebahagiaan. Dirimu. Dan sekali lagi IA tunjukkan padaku rasa cinta yang dulu. Kali ini untuk kita berdua. HE just loves us badly. Ku harap itu semua karena memang kau lah pillihan NYA. Seperti yang kau bilang, siang tadi di sela pembicaraan kita tentang teguranNYA, “mas ga bisa lepas lagi dari kamu…”

Terima kasih untuk mencitaiku dan lebih-lebih diriNYA.

2 Feb 2010, Thursday…asrama fkg ui rsut

Januari 2010: Nine Months Passed Tonight, One Year Ago....Do You Remember

Aku menulis ini di salah satu kamar asrama koas gigi di RSUT, di sela stase ku di rumah sakit ini. Di atas tempat tidur, di salah satu sudut ruangan yang kami tempati berenam. Dalam kepungan dua kipas angin yang membantu membuat udara kamar ini lebih layak. Setelah jam jaga IGD ku selesai pukul 9 malam tadi. Di luar sana, hujan baru saja berhenti.

Malam ini, satu tahun yang lalu, ingatkah? Malam itu sang hujan juga tengah turun menghiasi hari yang melelahkan, setelah siang hingga sore tadi acara wisuda sarjana kedokteran gigi ku. Namun sebuah ajakan dari sahabatku tak bisa ku tolak, menemaninya ke pernikahan mantan kekasihnya. Ya, hanya itu.

Sang takdir berkata lain. Kami terlambat, tapi untunglah sahabatku itu masih bisa bertemu beberapa teman lamanya, salah satu nya kau. Ya, dirimu, dalam balutan batik merah, tak ada yang istimewa. Tapi kita bertemu. Beberapa menit. Tidak cukup berkesan. Dan ternyata hanya itu lah yang ingin IA lakukan pada kita malam itu.

Lalu kisah itu berlanjut, kau dan aku sama-sama tahu, atau sama-sama tidak tahu? Ketika akhirya kita tiba di titik ini. Satu tahun sejak pertama kita bertemu. Aku mensyukurinya.

Sudah satu tahun sejak kita bertemu, dan 9 bulan kita bersama. Lihat, betapa terburu-burunya IA. Tak ada yang perlu disesali, kecuali jalur karir yang kau pilih, yang membuat jalan yang akan kita lalui tak semulus harapan. Tapi kau mengubah kerikil tajam itu menjadi pondasi jalanan yang lebih kuat. Kau bilang, keraguan keluarga ku akan menjadi pemicu agar kau bekerja lebih baik, lebih keras...dan yang paling penting di jalan yang lurus. Kau jadikan rintangan itu tantangan. Dan aku, aku semangat mu.

Aku hanya bisa mengamini nya. Ku harap kau tak pernah lupa dengan niat mulia itu.

Tadi pagi, waktu kutanya tentang hari ini, kau ingat. Ah, mungkin kau ingat karena beberapa hari yang lalu aku pernah mengungkitnya. Tak apa, kau ingat, aku senang, ku harap kau selalu ingat semua tentang kita. Termasuk janji-janji kecil yang sering terucap di sela pembicaraan kita.

Malam ini, kau janji untuk menelponku. Tapi tak kunjung berdering telepon genggamku, bahkan sms ku tak dibalas. Khas dirimu, tapi aku tak akan pernah merasa biasa dengan ini.

Lalu pikiran ku pun melayang, berloncatan....keinginan mu, lalu Bunda dan rencana-rencananya, lalu diriku dan impian ku yang porak poranda, lalu Bapak, Ibu, Keluarga ku...Sepedamu yang kini bersebelahan dengan vespa kenangan ibu dan bapak....Semua akan kuceritakan ini pada si kecil suatu hari nanti....

31 January 2010, asrama fkg ui rsut

the man that i've been waiting for

Lagi-lagi aku begitu ingin menulis tentang mu, tentang kita, tentang saat-saat yang kita lalui. Tak peduli cukup indah atau tidak. Dan lagi-lagi aku tak tahu harus memulai dari mana. Tak pernah begini sebelumnya. Hanya dengan mu semua inspirasi itu berhenti di relung-relung otak dan hatiku. Tak berkutik.

Aku menulis ini di malam saat kita, ya kita…aku, kamu dan keluarga ku, baru saja kembali dari liburan akhir pekan di Bandung. Rencana yang bermula dari acara pernikahan sahabat mu dan berakhir dengan liburan bersama keluarga ku. Sukses sudah kami ‘menghancurkan’ impian-impian romantis mu tentang kita berdua. Tak apa, semoga IA masih menyediakan banyak waktu untuk kita. Ku beri tahu kau tentang rahasia kecil ini, IA begitu mencintai ku 

Kalau boleh mengikuti lelah hari ini, mataku pasti memilih untuk terpejam sekarang. Kau pasti sudah terlelap disana, kelelahan...kasihan...Tapi aku begitu takut kehilangan semua moment yang kita lalui sepanjang akhir minggu kemarin. Akhir minggu yang tak sabar kusambut, akhir minggu yang memacuku menghadapi hari-hari di klinik, akhir minggu yang kita rencanakan jauh-jauh hari.

Kau nyaris mengacaukan segalanya di hari jumat malam itu (atau aku..hehe). Saat kau mengubah sedikit rencana kita, saat kau, orang yang punya ide awal untuk rencana ini tiba-tiba membiarkan aku datang sendiri bersama keluarga ku ke Bandung, bukannya berangkat bersama.Mungkin seharusnya aku tak semarah itu hanya karena perubahan kecil itu, tapi rencana sempurna di kepalaku seketika hancur dan ingkar janji mu benar-benar membuatku kesal.

Setelah sedikit marah-marah via YM, sedikit mengerjaimu, dan syarat kecil yan kuajukan, akhirnya kami berangkat, dengan setengah mood buat ku. Aku tak tahu apakah akhir minggu ini bisa berjalan dengan baik atau tidak.

Alhamdulillah perjalanan ke Bandung sangat lancar. Kami langsung menuju hotel tempat kami menginap. Masih sedikit kesal karena ternyata kau tak jadi menunggu ku di pintu keluar tol, tidak keburu. Dan akhirnya langsung menuju ke hotel juga, ternyata kau dulu yang sampai disana, dan seperti yang sudah bisa kuduga, begitu melihat wajah tampan itu mana bisa aku marah. Apalagi sore itu kau tampak rapi dalam balutan kemeja batik lengan pendek, panjang rambut mu pas, dan sinar wajah itu...ah, sudah kubilang, menguap sudah semua kesal itu.




Lalu kita bertemu, dan tak satu kata pun mampu kuucap, baik itu kesal atau ungkapan rindu ini. Hanya seulas senyum, yang kuharap mengatakan semuanya. Tentang kesal ini, tentang rindu ini, tentang kita.

Kami memutuskan untuk menghabiskan sisa sore itu sampai maghrib di hotel. Kakak dan adik-adikku berenang, aku memilih ngobrol dengan mu, lalu bermain air sebentar, menikmati waktu bersama keluarga ku.. Kapan lagi? Iya kan? Kau dan keluargaku. Dua paket yang terpaksa tak bisa kupisahkan.

Aku sedikit lupa detailnya, entah tersembunyi di sudut mana otakku. Yang jelas malam itu kita pergi makan bersama. Kau dengan isengnya membayar semuanya. Lalu The Valley, bukit bintang dan waktu yang ingin kau habiskan bersamaku. Lalu ketika semua telah terlelap, waktu untuk kita bicara, berdua. Membayar kesalahan mu dengan es krim yang kau janjikan. Ku mohon sang waktu bersedia menunggu sejenak, tapi kau harus pulang. Besok pagi-pagi sekali kita harus siap.

Kupikir tadinya bell-boy, tapi ternyata itu dirimu yang kulihat saat aku keluar lift dalam kebaya hijau senada. Sepertinya kita agak telat, wajah mu panik. Tapi masih sempat mengurus urusan jalan-jalan keluarga ku di bandung hari itu. Terima kasih.

Dan akhirnya jadi juga kita menghadiri acara pernikahan sahabat mu itu. Hmm... teman-teman masa kuliah mu jauh lebih kalem daripada teman SMA mu ya? Akhirnya hari itu ditutup dengan hujan deras. Dan maaf, memaksamu untuk pulang sore itu juga dengan keluarga ku, lagi-lagi untuk membayar ’kesalahan’ mu.

Perjalanan pulang itu begitu panjang, macet dan dibayangi sang hujan. Aku terlau lelah dan kau harus berkonsentrasi dengan kepadatan lalu lintas. Terima kasih untuk pinjaman jaket kulit favoritmu...aku suka sekali melihatmu dalam balutan kaos hitam itu dan tak berhenti mengkhawatirkan mu karena ku tahun kau pasti jauh lebih lelah.